Jokowi Telah Resmi Bukan Presiden serta Mesti Mundur Saat ini?
- kellyhao223
- Jul 22, 2018
- 4 min read
Komisi Penentuan Umum (KPU) akan mengambil keputusan dua akan capres serta cawapres (calon presiden calon wakil presiden) Pemilihan presiden 2019 pada Kamis minggu yang akan datang, 20 September 2018. Setelah itu, waktu kampanye pemilihan presiden akan berjalan mulai 23 September 2018 sampai 13 April 2019.
Kampanye Pemilihan presiden 2019 tidaklah diawali. Akan tetapi, sosial media atau sosmed serta group aplikasi pembicaraan di handphone (hp) mulai menghangat. Beberapa tulisan, meme, serta upload mulai ramai dalam dunia maya berkaitan pesta judi bola lima tahunan itu.
Klaim:
Di dalam menghangatnya sosial media, muncul upload serta meme di Facebook lewat account Oddyoesto Permana yang mengatakan jika Joko Widodo atau Jokowi telah resmi bukan Presiden RI serta mesti mundur saat ini juga. bukan Presiden RI yang resmi.
Berdasar pada pencarian Teliti Realitas kellyhao223.wixsite.com/mysite, sampai Kamis (13/9/2018) sore, upload serta meme yang dimuat pada Kamis, 6 September 2018, itu telah mendapatkan 81 Komentar serta 2,3 ribu kali diberikan.
Tersebut upload serta meme dari account Oddyoesto Permana itu:
“SiOwie …Mulyono …Herbertus bukan Presiden lagi …Dia Mesti mengundurkan diri”.
JOKOWI SUDAH SAH BUKAN PRESIDEN INDONESIA DAN HARUS TURUN SEKARANG JUGA!
UU RI NO. 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN.
Berikut yg butuh anda ketahui menjadi masyarakat negara Republik Indonesia..
Pasal 6
(1) Petinggi negara yang dicalonkan oleh Partai Politik atau Kombinasi Partai Politik menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden mesti mengundurkan diri dari jabatannya.
(2) Pengunduran diri menjadi petinggi negara seperti disebut pada ayat (1) sangat lamban saat didaftarkan oleh Partai Politik atau Kombinasi Partai Politik di KPU menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak bisa ditarik kembali.
(3) Surat pengunduran diri menjadi petinggi negara seperti disebut pada ayat (2) dikatakan pada KPU oleh Partai Politik atau Kombinasi Partai Politik menjadi dokumen kriteria calon Presiden atau calon Wakil Presiden.
Keterangan Ahli Hukum Tata Negara
Berkaitan upload itu, ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilainya, Presiden Jokowi yang mencalonkan kembali tidak memiliki keharusan untuk cuti atau mengundurkan diri.
Menurut Yusril, penyusunan mengenai kewajiban mundur atau cuti itu tidak ada didalam Undang-Undang Nomer 7 Tahun 2017 mengenai Pemilu. Terpenting, dalam bab yang mengatur penyalonan presiden serta wapres.
"Hal seperti ini bukan saja laku buat Presiden Jokowi, tapi juga buat siapapun sebagai Presiden pejawat di negara kita," kata bekas Menteri Kehakiman serta Hak Asasi Manusia masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu dalam info persnya, Sabtu, 8 September 2018.
Yusril menuturkan, Masalah 6 UU Nomer 42 Tahun 2008 mengenai Penentuan Presiden serta Wakil Presiden memang mengatur pengunduran diri petinggi negara yang mencalonkan diri menjadi capres. Akan tetapi, ketetapan itu tidak laku buat presiden yang mencalonkan kembali.
Walau sebenarnya, menurut bekas Menteri Sekretaris Negara masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, UU Nomer 42 Tahun 2008 itu sudah dicabut.
Ini bermakna, ketentuan itu dinyatakan tidak laku lagi berdasar pada Masalah 571 huruf a UU No 7 Tahun 2017 mengenai Pemilu yang laku semenjak 16 Agustus 2017.
Karena itu, Yusril menyatakan jika tidak terdapatnya ketetapan presiden serta wapres pejawat untuk berhenti atau cuti adalah ketentuan yang benar disaksikan dari pojok hukum tata negara.
"Karena, bila ditata demikian akan berlangsung kerumitan yang membawa implikasi pada kestabilan politik serta pemerintahan di negara ini," katanya.
Yusril memberikan contoh, jika calon presiden pejawat berhenti sebelum waktu jabatannya selesai, jadi presiden harus digantikan oleh wapres sampai akhir waktu jabatannya. Karenanya, butuh Sidang Spesial MPR untuk melantik wakil presiden jadi presiden.
"Bagaimana bila wakil presiden saling jadi pejawat dengan Presiden, atau Wakil presiden maju menjadi calon presiden, jadi kedua-duanya mesti berhenti dengan bertepatan," katanya.
Jika itu berlangsung, jadi menteri pertahanan, menteri dalam negeri, serta menteri luar negeri (Triumvirat) akan membuat Presidium Pemerintahan Sesaat. Dalam rentang 30 hari, Triumvirat harus menyiapkan SI MPR untuk pilih presiden serta wapres yang baru.
"Jika perihal seperti diatas berlangsung tiap-tiap lima tahun, jadi bukan tidak mungkin akan berlangsung kerawanan politik di negara kita ini," kata Yusril.
Kerawanan itu dapat meneror keutuhan negara dan bangsa. Negara itu tidak bisa vakum kepemimpinan sebab dapat memunculkan kondisi gawat yang susah diatasi.
Ia menyebutkan semisal jabatan Presiden vakum, berlangsung kondisi darurat atau kondisi bahaya. "Siapa yang berwenang mengatakan negara dalam kondisi bahaya? Cuma Presiden yang dapat lakukan itu. Wakil Presiden ditambah lagi Triumvirat, tidak miliki kewenangan mengerjakannya," kata Yusril.
Karenanya, Yusril memiliki pendapat presiden yang jadi pejawat, baik Jokowi atau siapa saja, untuk kebutuhan negara dan bangsa tak perlu berhenti atau cuti. Ia memberikan meme yang mencuplik sepotong UU Nomer 42 Tahun 2008 yang tidak laku lagi itu menjadi info menyesatkan.
"Begitu beresiko, terutamanya dalam menyambut Pemilu serentak tahun 2019 mendatang," Yusril memungkasi.
Ketentuan Cuti Presiden
Seperti calon biasanya, Jokowi akan lakukan rangkaian kampanye untuk mendulang nada pemilih waktu Pemilihan presiden 2019. Sebetulnya bagaimana ketentuan cuti untuk presiden waktu kampanye?
1. Tidak Pakai Sarana Jabatan
Presiden yang akan lakukan cuti untuk kampanye harus tetap memerhatikan kelangsungan pekerjaan negara. Hal seperti ini sama dengan UU Nomer 7 Tahun 2017 mengenai Penentuan Umum (Pemilu). Dalam UU Pemilu, ketetapan presiden mesti lakukan cuti ada pada masalah 281.
1) Kampanye pemilu yang mengikutkan presiden, wapres, menteri, gubernur, wagub, bupati, wakil bupati, wali kota, serta wakil wali kota mesti penuhi ketetapan:
a. Tidak memakai sarana dalam jabatannya, terkecuali sarana pengamanan buat petinggi negara seperti ditata dalam ketetapan ketentuan perundang-undangan
b. Melakukan cuti diluar tanggungan negara.
(2) Cuti serta jadwal cuti seperti disebut pada ayat (1) huruf b dikerjakan dengan memerhatikan kelangsungan pekerjaan penyelenggaraan negara serta penyelenggaraan pemerintahan daerah
(3) Ketetapan selanjutnya tentang keikutsertaan petinggi negara seperti disebut pada ayat (l) serta ayat (2) ditata dengan Ketentuan KPU.
2. Miliki Hak Kampanye
Jadi calon petahana, Jokowi masih memiliki hak untuk berkampanye untuk Pemilihan presiden 2019 yang akan datang. Ketentuan ini ada pada UU Pemilu masalah 299 berisi presiden memiliki hak untuk berkampanye:
(1) Presiden serta wapres memiliki hak melakukan kampanye
(2) Petinggi negara yang lain yang berstatus menjadi anggota parpol memiliki hak melakukan kampanye.
(3) Petinggi negara yang lain yang bukan berstatus menjadi, anggota parpol bisa melakukan kampanye, jika yang berkaitan menjadi:
a. Capres atau cawapres;
b. Anggota team kampanye yang telah didaftarkan ke KPU atau
c. Pelaksana kampanye yang telah didaftarkan ke KPU.
3. Memerhatikan Kelangsungan Pekerjaan Negara
Saat kampanye kelak, Presiden Jokowi disuruh masih memerhatikan kelangsungan pekerjaan negara. Hal seperti ini tertuang dalam UU Nomer 7 Tahun 2017 Mengenai Penentuan Umum (Pemilu) Masalah 300 yang berbunyi, "Saat melakukan Kampanye, presiden serta wapres, petinggi negara, serta petinggi daerah harus memerhatikan kelangsungan pekerjaan penyelenggaraan negara serta penyelenggaraan pemerintahan daerah".
Kesimpulan
Mengacu keterangan ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra serta ketentuan cuti buat Presiden, jadi upload serta meme di Facebook lewat account Oddyoesto Permana yang mengatakan jika Joko Widodo atau Jokowi telah resmi bukan Presiden RI serta mesti mundur saat ini juga, bisa menyesatkan penduduk. Karena, dapat memunculkan penafsiran berlainan.
Comments